Sejarah
Pemilihan nama "Padjadjaran" yang digunakan diambil dari nama kerajaan Sunda, yaitu Kerajaan Padjadjaran, yang dipimpin oleh Raja Prabu Siliwangi atau Prabu Dewantaprana Sri Baduga Maharaja di Pakuan Padjadjaran (1473-1513 M). Nama ini adalah nama yang paling terkenal dan dikenang oleh rakyat Jawa Barat, karena kemashuran sosoknya di antara raja-raja yang ada di tatar Sunda pada masa itu. Universitas Padjadjaran didirikan atas prakarsa para pemuka masyarakat Jawa Barat yang menginginkan adanya perguruan tinggi tempat pemuda-pemudi Jawa Barat memperoleh pendidikan tinggi untuk mempersiapkan pemimpin di masa depan.Setelah melalui serangkaian proses, pada tanggal 11 September 1957 Universitas Padjadjaran secara resmi didirikan melalui Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1957, dan diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 24 September 1957.
Pada awal berdirinya, Unpad memiliki 4 fakultas, saat ini telah berkembang menjadi 16 fakultas dan program pascasarjana. Program yang ditawarkan Unpad meliputi program doktor (S-3) terdiri dari 9 program studi, program magister (S-2) terdiri dari 19 program studi, 2 program spesialis, 5 program profesi, dan program sarjana (S-1) terdiri dari 44 program studi, program diploma III (D-3) terdiri atas 32 program studi dan program diploma IV (D-4) terdiri atas 1 program studi. Unpad juga memiliki Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) sebagai wadah untuk mengelola kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Lahirnya Universitas Padjadjaran merupakan puncak dari gerakan pencerdasan kehidupan masyarakat Jawa Barat yang sudah dirintis oleh beberapa tokoh, antara lain Raden Dewi Sartika, Siti Jenab, Ayu Lasminingsih, K.H. Abdul Halim, dan K.H. Hasan Mustofa.
Hasrat mencerdaskan kehidupan bangsa ini semakin kuat ketika kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Tokoh-tokoh masyarakat Jawa Barat berkeinginan keras agar generasi muda Jawa Barat dapat meningkatkan pendidikannya sampai jenjang perguruan tinggi. Keberadaan Institut Teknologi Bandung (ITB) kala itu dianggap kurang memadai. Selain karena pendidikan khusus di bidang teknik, juga dianggap tidak terlalu mendukung pendidikan Jawa Barat dan Bandung, karena ITB sudah merupakan perguruan tinggi nasional.
Masyarakat Jawa Barat ingin memiliki sebuah universitas negeri yang menyelenggarakan pendidikan dalam berbagai bidang ilmu. Akan tetapi, karena situasi politik dan keamanan yang tidak kondusif karena berkecamuknya Perang Kemerdekaan (1945-1949), perwujudan ke arah cita-cita itu terhambat. Pada tahun 1950-an tekad para tokoh masyarakat Jawa Barat untuk memiliki sebuah universitas negeri di Bandung semakin mengarah pada kenyataan, terutama setelah dipilihnya Kota Bandung sebagai tempat diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika (KAA) pada tanggal 18-24 April 1955.
Pada tanggal 4-7 Nopember 1956 dengan sepengetahuan penguasa dan pemerintahan setempat di masa itu, pernah diadakan Kongres Pemuda Sunda di Bandung dan dihadiri oleh para utusan dari semua daerah Jawa Barat, termasuk Jakarta, dan juga dari Yogyakarta. Kongres ini bertujuan untuk mencari jalan konkret dan positif dalam turut serta menyelesaikan berbagai masalah yang pada saat itu berkecamuk di Tanah Sunda, termasuk gangguan keamanan yang dilakukan oleh gerombolan Kartosuwiryo, kehidupan sosial ekonomi yang dirasakan sangat sulit, dan kehidupan kebudayaan yang tertekan.
Melalui Surat Keputusan Nomor 91445/.CIII tanggal 20 September 1957, Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan mengubah status dan fungsi Badan Pekerja Panitia Negara Pembentukan Universitas Negeri di Bandung menjadi Presidium Universitas Padjadjaran. Presidium ini dilantik oleh Presiden Republik Indonesia tanggal 24 September 1957 di Gubernuran Bandung, yang dihadiri oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, para presiden universitas negeri seluruh Indonesia, para pembesar sipil dan militer, para guru besar dan dosen.
Pada awal berdirinya Universitas Padjadjaran hanya memiliki 4 (empat) fakultas, yaitu Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, Fakultas Ekonomi, Fakultas Kedokteran, dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Dua fakultas yang disebut pertama berasal dari Yayasan Universiitas Merdeka di Bandung; sementara fakultas yang disebut terakhir merupakan penjelmaan dari Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) di Bandung. Keempat fakultas ini secara resmi pembentukannya didasarkann pada peraturan Pemerintah RI Nomor 37 Tahun 1957 tertanggal 24 September 1957.
Di masa-masa perjuangan dan perintisan pendiriannya, Universitas Padjadjaran dipimpin oleh sebuah presidium yang diangkat oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan. Pelantikan presidium ini dilakukan pada hari Selasa tanggal 24 September 1957, bertempat di Gubernuran Jawa Barat, Jalan Otto Iskandar Dinata No. 1 Bandung. Presidium ini terdiri dari tokoh-tokoh kalangan pemerintah daerah dan masyarakat Jawa Barat.
Kepemipinan Universitas Padjadjaran oleh Presidium hanya berlangsung satu setengah bulan. Selanjutnya pada tanggal 6 November 1957 berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 154/M tanggal 1 Oktober 1957 pimpinan Universitas Padjadjaran diserahterimakan dari Presidium kepada Prof.Mr.Iwa Kusuma Sumantri yang diangkat menjadi Presiden Universitas Padjadjaran.
Untuk mambantu kelancaran tugas pimpinan universitas, pada tanggal 20 Februari 1958 dibentuk Yayasan Pembina Universitas Padjadjaran dengan ketua Prof.Mr.Iwa Kusuma Sumantri yang dibantu oleh beberapa orang pejabat pemerintah daerah dan tokoh masyarakat Jawa Barat. Pembentukan yayasan ini pun dimaksudkan untuk memberikan dukungan serta bantuan moral dan material bagi pembina Universitas Padjadjaran dan penghubung antara universitas masyarakat.
Pada tanggal 30 Agustus 1958, pemerintah juga melantik Dewan Kurator Universitas Padjadjaran dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Nomor 8295/S, tanggal 22 Agustus 1958. Dewan ini bertugas membantu pemerintah dalam pemeliharaan dan pembinaan Universitas Padjadjaran.
Tahun 1961, Prof.Mr.Iwa Kusumasumantri diangkat menjadi Menteri PTIP. Oleh karena iitu, Presiden Universitas Padjadjaran untuk sementara waktu dijabat oleh Prof. drg. R. G. Soeria Soemantri, M.P.A., F.A.C.D., M.R.S.H. (September 1961 s.d. Juni 1962) dengan Drs. Muchtar Affandi sebagai sekretaris. Selanjutnya Prof. drg. R. G. Soeria Soemantri dikukuhkan sebagai Presiden Universitas Padjadjaran untuk periode 1962-1964. Pengukuhan ini diikuti juga dengan perubahan struktur organisasi Universitas Padjadjaran, yaitu jabatan Sekretaris I dan II diubah menjadi Kuasa Presiden I, II dan III.
Sejak tahun 1963, keorganisasian di Universitas Padjadjaran mengalami perubahan lagi, yaitu sebutan Presiden Universitas Padjadjaran menjadi Rektor Universitas Padjadjaran, dan Kuasa Presiden menjadi Pembantu Rektor.
Sejalan dengan perkembangan pendidikan/ilmu pengetahuan maka pada tanggal 22 September 1973, Rektor/Ketua Senat Guru Besar dengan Surat Keputusan Nomor 30/Kep/Universitas Padjadjaran. Kebijakan ini disusul oleh Surat Keputusan Rektor Nomor 75/Kep/Universitas Padjadjaran/73 tentang Struktur, Organisasi, Wewenang dan Tatakerja dalam Lingkungan Universitas Padjadjaran.
Pada perkembangan selanjutnya struktur, organisasi, wewenang dan tatakerja dalam lingkungan Universitas Padjadjaran mengalami berbagai perubahan yang menyesuaikan dengan tuntutan dan situasi kekinian dunia pendidikan.
0 comments